Diposkan pada Katalog Digital, Koleksi, Portofolio

[Pameran Tugas Akhir] “Kritik Sosial Sebuah Cinta” oleh : Leska Latansa D

Hari ini (16/01/18)  Program Studi Seni Rupa Universitas Sebelas Maret mengadakan ujian Tugas Akhir kepada tiga orang Mahasiswa Seni Rupa. Satu diantaranya yaitu Leska Latansa D, Mahasiswa Seni Rupa Lukis Universitas Sebelas Maret. Tugas Akhir yang dibawakan mengenai “Kritik Sosial Sebuah Cinta” cukup banyak menarik perhatian.

Cinta dalam Karya Leska

Oleh : Dona Prawira Arissuta, S.sn.,M.Hum

“Tema seperti cinta, hasrat (desire),dan seksualitas adalah tema purba yang tidak tilas oleh perubahan. Adagium bahwa cinta adalah kesejatian hidup menjadi niscaya. Seakan semua yang tumbuh-berkembang dalam kehidupan adalah sesuatu yang tumpah dari cinta kemudian berkembang menjadi berbagai bentuk kehidupan. Dan cinta tidak pernah habis, dan tiada habisnya. Dan Leska Latansa Dina memilih bagian dari cinta berupa gelora, atau apinya, yakni hasrat dalam diri manusia. Hasrat adalah salah satu bagian dari cinta yang manusiawi sehingga sangat terbentuk oleh aspek internal maupun eksternal dari diri manusia. Karena manusiawi, hasrat terstimulir oleh hal-hal yang berubah dan sementara. Ada benarnya para pemikir seperti Sigmund Freud ketika menempatkan hasrat sebagai salah satu fondasi yang tidak saja membentuk kesadaran manusia, tetapi juga ketidaksadarannya. Aspek zahir manusia akan lebih terlihat dari hasrat dan keinginannya (desire and need). Dan keduanya merupakan potensi manusia yang tidak ada habisnya. Manusia kadang tidak pernah tahu apa yang benar-benar diinginkannya, dan dihasratinya. Pelampiasan atau pengalihan hasrat dan keinginan tidak selalu tepat karena manusia tidak sepenuhnya memiliki kuasa atas keduanya. Terlebih jika hasrat dan keinginan bersentuhan dengan yang “sosial”: sesuatu yang dipengaruhi oleh lingkungan dan berbagai relasi.

Saya memberikan penekanan pada soal cinta sebagai hasrat dan keinginan karena Leska memilih problem ini pada tahap atau fase yang paling umum dan manusiawi, yakni penyaluran hasrat. Saya katakan umum karena semua mengalami masalah ini. Umum bukan berarti tidak istimewa. Maka sangat mustahil melihat karya atau penjelasan Leska soal karyanya kemudian tidak menangkap sesuatu dari karya Leska. Saya juga menangkap ada sikap Leska yang condong pada moralitas ketika mengurai seksualitas, terutama ketika menjelaskan karyanya dalam suatu konsep. Di mana manusia modern cenderung melepaskan aspek moralitas ketika membicarakan seksualitas. Dalam nalar modern, moralitas adalah kekangan, dan seksualitas yang lepas dari moralitas adalah perwujudan dari perlawanan dan kebebasan dari kekangan moralitas. Dan dinamika hidup manusia modern terletak antara seksualitas, kekangan dan kebebasan. Pada titik ini, saya tidak sepenuhnya meniru keberanian Leska yang dengan berani menghakimi cinta. Tapi saya cenderung memperhatikan adanya pergulatan Leska yang tidak kasar dalam memahami cinta. Secara konseptual, Leska berusaha memahami cinta yang luntur karena hal-hal duniawiah secara realis, dan ketika melihat eksekusi visualnya ketika melihat realis yang membuka diri pada tafsir baru.

Leska paling tidak telah menelusuri aspek paling penting dari cinta dalam kehidupan manusia. Seakan baginya, cinta memiliki tahapan, dan terpenting bahwa cinta memiliki kehidupan sendiri (the life of love). Karyanya seperti In The Name of Love, The Price of Virginity, dan Monkey Love adalah aspek yang berbicara soal tahap awal dari pertumbuhan cinta dalam diri manusia. Sementara pada karya LGB, Juwita, Kumala, dan the Girl and Rabbits dengan apa adanya Leska berbicara soal cinta dalam tahap awalnya menjadi yang sosial atau cinta dalam relasi sosial yang kompleks dan tidak sederhana. Relasi bukan semata hubungan, tapi setiap relasi adalah hubungan kuasa (power), di mana hal bisa dijelaskan dengan membayangkan sebuah mesin hasrat seperti mall besar berisi berbagai barang kebutuhan yang dihasrati manusia. Ketika seseorang berada di dalam mall yang memajang (display) kebutuhan dan hasratntya, maka ia akan kehilangan kendali, tidak lelah, dan selalu tersedot ke sana. Mall menjadi sentrum (kiblat) baru manusia modern. Di mana mereka tidak bisa memberikan alasan kenapa harus datang ke sana setiap hari. Seorang yang datang dengan rencana belanja tertulis, begitu masuk mall maka rencana belanjaan itu buyar oleh pajangan barang-barang. Pertanyaanya, siapa yang bisa membikin mall? Para pemodal, dan hanya melalui perantara mall para pemodal bisa berhubungan dengan target kuasanya. Yang ingin digaris di sini bukan soal mall, tapi ketika cinta menjadi hubungan sosial maka sepenuhnya manusia tidak menjadi pengendali tunggal dari hasrat dan keinginannya, yang sosial andil membentuknya.

Dan saya ketika melihat karya Leska, saya sebenarnya lebih melihat bagaimana aspek sosial manusia andil membentuk potensi cinta dalam dirinya. Dan sepertinya ini satu tahapan saja dari tahapan yang masih panjang bagi Leska berbicara cinta.”

Beberapa Karya

Judul karya : Juwita
Ukuran : 100 x 70 cm
Tahun : 2017
Media : Cat Minyak Diatas kanvas
Teknik : Opaque
Judul karya : The Girl and Rabbits
Ukuran : 120 cm x 140 cm
Tahun : 2017
Media : Cat Minyak Diatas kanvas
Teknik : Opaque

Karya selengkapnya bisa didapat di sini

Tinggalkan komentar